DUMAI — Sudah 3 bulan lamanya terkait pernyataan keberatan warga dan tidak setuju nominal harga ganti rugi yang diterbitkan KJBP, tim Apresial belum ada tanggapan yang menunjukkan titik terang. Warga RT 08 Suka Maju Kel. Kampung Baru yang terkena dampak pembangunan pelebaran jalan, berharap agar di perlakukan adil.
Masyarakat yang terkena dampak pembangunan pelebaran jalan di RT 08 Kel. Kampung Baru sudah menyampaikan keberatan nya atas nominal harga ganti rugi yang tidak sesuai. "Permasalahan nominal harga yang diterbitkan KJPP sudah dilaporkan kepada Kelurahan Kampung Baru dan Camat Bukit Kapur," ujar Munir dan Ramli saat dikonfirmasi.
"Bahkan rincian keberatan warga yang terkena dampak pembangunan pelebaran jalan juga secara tertulis dilaporkan kepada Wakil Walikota Dumai," ujar Supartik dan Bambang.
"Kita hingga kini masih menunggu apa solusi terbaik," ujar warga tadi memperjelas.
"Dampak positif dari pelebaran jalan jelas demi kelangsungan pembangunan, justru kita selaku warga di RT 08 Suka Maju Kel. Kampung Baru yang terkena dampak tidak punya niat menghambat pembangunan," kata Supartik dan Nursiti.
"Tetapi masyarakat yang memiliki bangunan dan tanah serta ada usaha tentunya harus diperlakukan adil," ujar Supartik.
"Seperti nominal harga yang diterbiitkan KJPP, tim Apresial belum sesuai karena harga tanah masih terlalu murah di banding harga pembelian kita, juga ukuran rumah ada yang tidak sesuai dengan semestinya termasuk harga rumah masih terlalu murah," sebut Bambang dan Samarintan Sinaga menerangkan pada awak media.
Kita berharap agar dilakukan peninjauan ulang terhadap nominal harga yang diterbitkan KJPP tersebut tegas warga yang terkena dampak pelebaran jalan tersebut.
Sejak pertemuan 12 maret 2020 di kantor Camat Bukit Kapur hingga kini sudah hampir 3 bulan tetapi belum ada kejelasan atas pernyataan 10 KK warga yang tidak setuju nominal harga yang diterbitkan KJPP tersebut.
"Hanya saja yang muncul isu, akan dilakukan pembayaran bagi yang setuju nominal harga tersebut tetapi nyatanya sampai sekarang belum ada yang terrealisasi," kata Waldi dan Pasaribu di dampingi Ramli menerangkan saat di wawancarai awak media.
Bahkan bangunan rumah permanen milik Sri Supiyatun yang data nya, seperti luas bangunan dan luas tanah serta ada usaha tidak ditulis di lembaran KJPP, hingga kini belum ada dilakukan pengukuran ulang atau pendataan ulang termasuk rumah Nursiti, bangunan permanen belum lengkap datanya dalam lembaran KJPP.
"Karena itu kita berharap agar dilakukan peninjauan ulang," ucap Nursiti, Munir dan Nursemi.
"Karena kita selaku masyarakat pemilik tanah dan pemilik bangunan serta usaha berharap di perlakukan adil," tegas Nursiti.
Sama halnya rasa keberatan yang di ungkapkan Supartik, "bahwa nominal harga belum setimpal apalagi ada usaha," katanya.
"Karena itu kita tetap bertahan dan meminta dilakukan peninjauan ulang agar adil," ujarnya.
Ditegaskan anjuran soal mengadu ke Pengadilan Negeri Dumai soal nominal harga tersebut masyarakat merasa tidak tepat sebab tidak ada masalah perkara, "yang menentukan harga adalah KJPP, tim Apresial kenapa pula harus di seret-seret kepengadilan?" tanya Supartik.
"Sebab bukan pengadilan yang menentukan acuan harga standar kalau legalitas tanahnya Sertifikat, atau SKGR maupun surat Notaris saja apa kaitannya pengadilan," ucapnya serius.
Masyarakat berharap di perlakukan adil kalau tidak tetap masyarakat akan tetap bertahan apapun yang terjadi sebab tidak pernah pemerintah memperlakukan rakyatnya semena-mena.
"Kita berharap diperlakukan adil," tegas supartik sampai berita ini di ekspos tim Apresial dan KJPP di Pekanbaru belum dapat di konfirmasi.
***(DAS)
Editor: Ingatan