Oleh: IFRIANDI SH
Advokat/Lawyer
Perseroan Terbatas (PT) adalah Persekutuan modal yang berbentuk badan hukum, terbagi atas saham, didirikan berdasarkan perjanjian untuk melakukan kegiatan usaha oleh minimal dua orang atau lebih yang masing-masing pendiri mengambil bagian dari saham yang ada. Sebagai sebuah badan hukum maka Perseroan terbatas merupakan Subyek hukum yang memiliki organ yang terdiri dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS, Direksi dan Dewan Komisaris.
Direksi merupakan organ Perseroan yang melaksanakan pengurusan perusahaan dan memastikan kegiatan bisnis perseroan berjalan sesuai dengan tujuan didirikannya perseroan yang diatur didalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.Kewenangan Direksi mengurus perseroan diatur pada Pasal 92 ayat (1) yang mengemukakan, Direksi menjalankan “pengurusan” Perseroan untuk kepentingan Perseroan. Berdasarkan Pasal 98 ayat (1) disebutkan Direksi mewakili Perseroan baik didalam maupun diluar pengadilan.
Implikasi dari pelaksanaan Fungsi pengurusan, dengan sendirinya menurut hukum memberi wewenang kepada Direksi menjalankan Pengururusan Perseroan. Namun Pasal 92 ayat (2) memperingat batas-batas kewenangan dalam menjalankan pengurusan. Direksi pada dasarnya memiliki dua kapasitas utama yaitu kapasitas dalam hal kepengurusan dan kapasitas mewakili.
Pertanyaanya:
Bagaimana jika Direksi dalam menjalankan fungsi kepengurusan melampaui batas–batas kewenangannya sebagaimana yang diatur didalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga dan bagaimana perlindungan hukum terhadap pihak ketiga?
Jawaban:
Tindakan direksi yang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan yang ditentukan dalam Anggaran Dasar (AD), dianggap merupakan tindakan yang “melampaui kapasitas” Perseroan. Tindakan yang tidak sesuai dengan kapasitas Perseroan, berkaitan dengan doktrin ultra vires (ultra vires doctrine).
Pengertian ultra vires dalam Dictionary of Engglish Law beyond the powers. Jadi, berarti tindakan yang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan serta kegiatan usaha, adalah tindakan diluar kekuasaannya (beyond the power)
Dalam buku Yahya Harahap terbitan Sinar Grafika dengan Judul Hukum Perseroan Terbatas dijelaskan, doktrin ultra vires dihubungkan dengan Perseroan merupakan permasalahan yang menyangkut dengan transaksi atau kontrak yang dilakukan Direksi dengan pihak ketiga. Pada dasarnya kontrak atau transaksi yang mengandung ultra vires adalah “batal” (nullity). Selanjutnya dijelaskan:
1. Perseroan dapat menolak untuk memenuhi kontrak atau transaksi yang mengandung ultra vires;
2. Meskipun pihak ketiga melakukan kontrak atau transaksi dengan good faith hal itu belum mencukupi, karena untuk melindungi pihak ketiga atas kontrak atau transaksi yang mengandung ultra vires, seharusnya pihak ketiga itu harus melihat secara konstruktif maksud dan tujuan atau “kapasitas” Perseroan yang tercantum dalam Anggaran Dasar (AD). Hal itu daapat dilihat dalam Daftar Perseroan.
Namun penerapan doktrin ultra vires di Indonesia sangat sulit menemukan kasus ultra vires dalam praktik maupun dalam putusan-putusan Pengadilan. Pada prinsipnya doktrin ultra vires diadakan dengan tujuan agar Direksi lebih hati-hati melakukan diskresi atas maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan yang ditentukan dalam Anggaran Dasar (AD).
Pertanyaanya:
Bagaimanakah jika Direksi Perseroan melakukan ultra vires yang menyebabkan kerugian pada pemegang saham?
Jawaban:
Dalam undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas Pasal 61 ayat (1) mengatur:
Setiap pemegang saham berhak mengajukan gugatan terhadap Perseroan karena tindakan Perseroan yang dianggapnya tidak adil dan tanpa alasan wajar sebagai akibat keputusan RUPS, Direksi dan/atau Dewan Komisaris.
Menurut penjelasan pasal ini, gugatan yang diajukan memuat permohonan atau tuntutan agar Perseroan menghentikan tindakan yang merugikan tersebut dan mengambil langkah tertentu, baik untuk mengatasi akibat yang sudah timbul maupun untuk mencegah tindakan serupa dikemudian hari. Hak itu diberikan kepada “setiap” pemegang saham tanpa syarat tidak harus mewakili jumlah bagian saham tertentu, seperti 1/10 bagian dan sebagainya.
KESIMPULAN
Direksi merupakan organ Perseroan yang diberikan kewenangan untuk melaksanakan kepengurusan Perseroan berdasarkan Pasal 92 dan Pasal 98 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. Namun harus dapat dipahami oleh Direksi Perseroan bahwa kewenangan tersebut merupakan kewenangan yang juga dibatasi oleh Peraturan Perundang-undangan dan juga dibatasi oleh Anggaran Dasar Perseroan sehingga direksi dilarang menyimpang dari maksud dan tujuan didirikan Perseroan.
Penyimpangan direksi dari Anggaran Dasar dan peraturan Perundang-undangan akan akan memberikan konsekuensi hukum terhadap perseroan sekaligus pertanggungjawaban secara pribadi oleh direksi jika membawa kerugian terhadap perseroan maupun pihak ketiga. (rilis)