![]() |
Gedung KPK (Rachman Haryanto/detikcom)
|
"Penyidik mendalami informasi-informasi awal terkait dengan jabatan dan kewenangan tersangka saat menjabat Bupati Konawe Utara," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa (17/10/2017).
"Yang didalami terkait jabatan dan kewenangan yang ada, apa saja yang menjadi kewenangan bupati untuk penerbitan izin atau hal relevan yang terkait perkara ini," imbuh Febri.
Pada pukul 17.21 WIB, Aswad selesai menjalani pemeriksaan. Dia didampingi dua pengacara. Terkait pemeriksaan, Aswad mengaku tidak ada kaitannya dengan anggota Dewan.
"Nggak, nggak ada (kaitan dengan DPRD)," kata pengacara Aswad.
Sejak ditetapkan sebagai tersangka, Aswad belum ditahan oleh penyidik KPK. Febri beralasan penyidik masih mempertimbangkan hal lain.
"Proses penyelidikan jalan dulu, banyak bukti yang juga kita harus kumpulkan dari lapangan atau pemeriksaan, termasuk koordinasi dengan BPK. Jadi setelah itu barulah kita pertimbangkan tahap-tahap lebih lanjut dalam penyidikan," kata Febri.
Dalam kasus tersebut, KPK menduga Aswad secara sepihak mencabut kuasa pertambangan milik PT Antam yang berada di Kecamatan Langgikima dan Molawe. Setelah itu, Aswad malah menerima pengajuan permohonan izin eksplorasi dari delapan perusahaan yang berujung pada penerbitan 30 surat keputusan kuasa permohonan eksplorasi. Dia kemudian menerima uang Rp 13 miliar dari perusahaan-perusahaan itu.
KPK menyebut perbuatan itu dilakukan Aswad ketika menjadi Penjabat Bupati Konawe Utara 2007-2009 dan Bupati Konawe Utara 2011-2016. KPK menyebut indikasi kerugian keuangan negara dalam kasus itu mencapai angka Rp 2,7 triliun. (detikcom)