Dan yang paling mengejutkan, Wali Kota Dumai H. Paisal bungkam. Gubernur Riau Abdul Wahid hilang arah. Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian? Tak bersuara. Sementara rakyat di lapangan setiap hari terjebak macet, kehilangan penghasilan, bahkan terancam keselamatannya karena kekacauan lalu lintas.
“Ini bukan hanya salah urus. Ini bentuk pengkhianatan terhadap rakyat Dumai,” ujar Taufik, seorang warga Lubuk Gaung.
Pemimpin Lokal Cuci Tangan
Sudah berhari-hari warga menjerit. Media sosial penuh dengan keluhan, video kemacetan, dan suara-suara marah yang terus diabaikan. Namun, Wali Kota Dumai H. Paisal tetap bungkam. Tidak ada klarifikasi, tidak ada tanggung jawab. Bahkan, Kepala Dinas Perhubungan yang seharusnya menjelaskan, menghilang bak ditelan bumi.
“Kita seperti hidup di kota tanpa pemimpin. Pemkot seenaknya menjadikan jalan umum sebagai taman hiburan pribadi,” tulis akun Facebook @DumaiMarah.
Yang lebih memalukan, menurut keterangan Kasat Lantas Polres Dumai, AKP Elva Lizza, polisi bahkan tidak diundang dalam rapat. Rekomendasi belum dikeluarkan.
Ini artinya, kegiatan ini berpotensi ILEGAL. Tapi mengapa wali kota tetap diam? Siapa yang sebenarnya dikendalikan?
Gubernur Riau dan Menteri Dalam Negeri: Kompak Tak Peduli
Warga juga kecewa pada Gubernur Riau ABDUL WAHID yang seolah menutup mata atas kekacauan di wilayahnya. Dalam situasi seperti ini, rakyat berharap pemimpin provinsi turun tangan. Tapi yang terjadi justru sebaliknya: diam, bungkam, dan tak bertanggung jawab.
Begitu pula dengan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, yang seharusnya mengawasi jalannya roda pemerintahan daerah. Skandal penutupan jalan tanpa dasar hukum jelas, potensi korupsi retribusi liar, serta pelanggaran tata ruang, semestinya cukup untuk membuat pusat turun tangan.
“Kalau semua diam, ini bukan hanya pembiaran. Ini persekongkolan sistemik terhadap rakyat,” ujar Andika, mahasiswa hukum yang ikut menyuarakan protes.
Rakyat Dikorbankan Demi Kepentingan Siapa?
Pasar malam mendatangkan uang. Tapi uang itu masuk ke kantong siapa? Apakah ada kontribusi nyata untuk kas daerah? Atau hanya mengalir ke pihak-pihak tertentu yang dekat dengan kekuasaan?
Lapangan luas di Purnama kosong. Halaman depan MPP menganggur. Tapi mengapa harus jalan utama?
Ini bukan ketidaktahuan, ini adalah pilihan sadar untuk mengorbankan rakyat demi keuntungan segelintir orang.
Saatnya Rakyat Bicara, Bukan Diam
Masyarakat kini menuntut lebih dari sekadar pembukaan jalan. Mereka ingin investigasi. Evaluasi. Dan jika perlu, pencopotan pejabat yang terlibat. Kota Dumai bukan milik wali kota. Riau bukan milik gubernur. Dan Indonesia bukan milik menteri. Semua pemimpin dipilih untuk melayani, bukan memanipulasi.
Ini bukan tentang jalan lagi. Ini tentang moralitas kekuasaan. Dan jika pemimpin tak lagi berpihak pada rakyat, maka rakyat yang akan bicara lebih keras.*