JAWA TENGAH - Puasa dinilai bisa menjadi sarana bagi setiap Muslim untuk membentengi diri dari perbuatan keji dan munkar. Hal itu terjadi kalau puasa yang dijalani dilakukan secara benar, tidak hanya formalitas.
Sebagai informasi untuk diketahui bersama bahwa hasil Sidang Isbat Penetapan 1 Ramadhan 2022, Pemerintah melalui Kementerian Agama menetapkan 1 Ramadhan 1443 Hijriah pada Minggu, 3 April 2022. Terimakasih atas toleransi bapak, ibu, dan sahabat agama lain untuk saling menghormati.
Pasalnya, semangat puasa mengajarkan kepada siapa pun untuk bisa menahan diri dari perbuatan keji yakni berprilaku koruptif.
Ironis bukan, apabila kita menjalankan ibadah puasa (bagi umat muslim.red) namun korupsi tetap terjadi dan perilaku korupsi terus berjalan, meski menjalankan puasa.
“Problemnya sekarang adalah bagaimana nilai ibadah puasa itu mampu mengubah atau mempengaruhi perilaku kita dalam kehidupan bermasyarakat,” Demikian disampaikan H.M. Basri Budi Utomo. As, S.IP, S.E,. Ketua Umum Gerakan Nasional Pencegahan Korupsi Republik Indonesia, Sabtu (02/03/22).
Basri menyebut, realitas yang terjadi di masyarakat tingkat kejahatan tidak berkurang selama Ramadhan. Hal itu, kata dia, menandakan ada sebuah paradoks dalam diri masyarakat yang harus diluruskan.
"Sangat miris melihat fenomena masyarakat Indonesia yang mayoritas penganut Islam malah mendapat label sebagai negara dengan tingkat korupsi tinggi." Ungkap Basri.
"Kondisi itu terjadi lantaran ajaran agama tidak diinternalisasikan dalam kehidupan sehari-hari. Akibatnya, masyarakat terjebak ke dalam ritual dan formalitas, yang cenderung mengabaikan esensi beribadah dengan benar," Ungkap Basri.
Lanjut Basri, "Ada sebuah jurang pemisah antara pemahaman agama dengan praktik di lapangan. Masyarakat mungkin tahu mana yang benar dan salah untuk dilaksanakan."
Namun karena pengetahuan agama hanya didapat dari doktrin dan sekadar hafalan, konsekuensinya tidak berpengaruh ke dalam relasi sosial.
“Internalisasi nilai-nilai agama tidak dilakukan. Dengan berpuasa, seharusnya setiap orang bisa tidak lagi melakukan korupsi.” Paparnya.
Fenomena beribadah terus dilakukan, tapi berbuat pelanggaran juga tidak berhenti marak terjadi. Ia menduga, bisa jadi masyarakat melakukan tindakan kontradiktif karena pendidikan agama yang diterimanya tidak menyentuh substansi.
Sumber : Media Center GNPK-RI Editor : Erik