Auditor BPK yang diberi tugas untuk melakukan pemeriksaan pada suatu Instansi memang sangat rawan dengan indikasi penyalahgunaan wewenang. Hal itu karena LHP BPK merupakan pintu awal penilaian baik buruknya pengelolaan keuangan pada suatu pemerintahan, sehingga peluang untuk melakukan tawar menawar laporan sangat tinggi.
Dalam kondisi sebegini mereka mencari celah untuk mensiasati sebuah Laporan agar dinilai normatif. Menanggapi kejadian tangkap tangan 2 oknum BPKP Jabar tersebut, Ketua Pimpinan Wilayah Gerakan Nasional Pencegahan Korupsi Republik Indonesia (GNPK-RI) Jawa Barat, Nana Supriatna Hadi Winata menjelaskan, apabila ditemui adanya kerugian negara, seharusnya pihak BPK dapat segera melaporkannya kepada Penegak Hukum.
Akan tetapi, justru yang terjadi adanya posisi tawar yang tinggi agar LHP yang muncul aman seakan-akan tidak adanya kerugian negara. "Kami GNPK RI Jabar sudah melakukan sinergitas dengan pihak BPK RI Perwakilan Jabar dalam hal pencegahan korupsi," jelasnya. Selama 3 tahun anggaran berjalan GNPK-RI Jabaf mendapatkan Salinan LHP BPK untuk 27 Kokab Wilayah Jabar yakni TA 2018, 2019, 2020.
"Kami juga sering melakukan koordinasi dengan pihak BPK bila menemukan ketidak cocokan antara hasil LHP dengan fakta dilapangan. Ketidak cocokan LPH dengan faktanya ini bahkan sering kami temukan. Untuk hal tersebut kami berikan saran dan pendapat agar dilakukan cek ulang atau perbaikan," akunya.
Dalam peristiwa ini, disamping Pimpinan BPK RI Perwakilan Jawa Barat, tentu juga pihak DPR RI harus ikut bertanggung jawab dalam hal kurangnya pembinaan, karena BPK bertanggung jawab kepada DPR RI.
"Semoga peristiwa ini akan menjadi perhatian bagi para auditor lainnya untuk tidak melakukan hal yang serupa. Saya sepakat siapapun itu yang melakukan perbuatan melawan hukum, harus ditindak tegas dan diproses hukum sesuai ketentuan yang berlaku," ungkap Nana.(Tim media gnpk-ri)