BANDUNG - Satu sisi ada orang
yang menyarankan agar kita mengurangi untuk membaca berbagai berita atau
informasi seputar virus Corona agar tidak menjadi beban fikiran dan beban mental
yang pada akhirnya berpengaruh pada sistem kekebalan tubuh. Di lain sisi, kita
perlu tahu agar bisa jelas dalam mengambil sikap dan tindakan yang benar. Jadi
irisannya adalah boleh mengoleksi berbagai informasi seputar virus Corona,
tetapi jangan direspon dengan perspektif negatif yang pasti berpengaruh pada
kesehatan diri. Respon dengan sikap optimis, berusaha secara maksimal, dan
berdo'a pada Yang Maha Kuasa agar bisa tetap sehat dan selamat.
Pada kesempatan ini, ada
baiknya coba kita ulas dampak dari pandemi virus Corona atau Covid-19 ini
terhadap perekonomian nasional maupun internasional. Untuk itu media berdiskusi
kecil dengan Pemerhati Ekonomi Dede Farhan Aulawi di Bandung, Rabu (01/04).
Menurut Dede kasus Corona ini benar-benar bikin susah dan menderita seluruh
masyarakat dunia. Tidak hanya di negara berkembang saja, tetapi juga negara-negara
maju di Eropa, bahkan negara adidaya China dan AS.
“Meskipun setiap pemerintah di
masing-masing negara sudah dan terus bekerja secara maksimal, mulai dari
kebijakan social distancing atau physical distancing sampai kebijakan lockdown,
rupanya belum cukup efektif karena faktanya jumlah korban terus meningkat.
Lihat saja bagaimana peningkatan korban itu sangat signifikan, misalnya di
Italia, Iran dan AS. Meskipun tingkat kehancuran fisik tidak seperti bom atom,
tetapi kedahsyatan korban tidak kalah banyaknya,” Ujar Dede. Kamis
(02/04/2020).
Di luar perspektif kesehatan,
ternyata serangan virus Corona ini juga mampu memporak-porandakan ekonomi
dunia. Bursa saham dunia anjlok termasuk
Indonesia dolar turun mencapai angka 17-an ribuan perdolar, bahkan ada yang
memprediksi bisa sampai 20.000 per dollar.
Beberapa bulan sebelumnya
media masa banyak menyoroti perang
dagang AS dan Cina. Meskipun yang perang mereka, tetapi dampaknya banyak
dirasakan oleh banyak negara. Tak lama berselang, virus Corona menyerang banyak
negara tak terkecuali AS dan China, akhirnya mereka ikut juga menghadapi krisis
ekonomi ini. Krisis ekonomi tersebut bisa terjadi bukan karena besarnya biaya
untuk kesehatan saja, melainkan juga besarnya nilai kerugian akibat terhentinya
berbagai aktivitas ekonomi masyarakat.
Melihat dampak ekonomi yang
dihasilkan, jadi ingat pemikiran Albert
Pike yang membuat skenario PD III. Dimana ia
membagi tiga fase perang. Fase pertama perang pemikiran, fase kedua
kehancuran ekonomi dan fase ketiga terjadi genoside umat manusia di dunia. Jika
melihat peta konflik global, ada indikasi yang mengarah kepada fase tersebut.
Mudah-mudahan hal tersebut tidak terjadi, karena hanya akan membawa pada
kehancuran yang lebih besar.
Lalu terkait dampak ekonomi
pada Indonesia, kita bisa melihat dimana cukup banyak realokasi anggaran yang
pada akhirnya digunakan untuk penanggulangan dan pencegahan penyebaran virus
Corona. Dari sisi urgenitas memang bisa dipahami karena empati kemanusiaan
harus ditempatkan di atas kalkulasi ekonomi semata.
Di samping itu, dengan
pembatasan sosial berskala besar akan banyak masyarakat yang tidak bisa
beraktivitas seperti biasa. Jikalau ada konsep work from home tentunya hanya
berlaku untuk sebagian masyarakat dan sebagian jenis pekerjaan tertentu saja.
Bagi sebagian besar masyarakat yang bekerja di sektor informal tentu sangat
sulit dilakukan.
Begitupun banyak industri atau
pabrik yang berhenti berproduksi, akan menyebabkan PHK dan peningkatan jumlah
pengangguran. Dan dampak semua itu, akhirnya akan menggelinding menjadi bola
salju dengan implikasi realitas yang lebih besar. Oleh karena itu, melihat
dampak yang besar tersebut maka bisa dipahami jika pemerintah begitu hati-hati
menerapkan status kedaruratan. Jika pemerintah berani menerapkan status lockdown,
maka konsekuensi ekonominya akan lebih besar lagi karena pemerintah harus bisa
menjamin kebutuhan ekonomi dan kecukupan supply pangan bagi seluruh masyarakat
yang jumlahnya besar dan tersebar sangat luas. Termasuk harus mampu mengontrol
agar tepat sasaran dan memastikan tidak ada anggaran yang dikorupsi oleh oknum
tertentu. Kompleksitas persoalan yang sangat bervariatif ini jangan sampai
menyisakan persoalan di kemudian hari.
“Apalagi jika ditinjau dari perspektif keamanan
dan sosial kemasyarakatan. Perlu diantisipasi juga kemungkinan peningkatan
jumlah orang yang stress, depresi atau putus asa. Untuk itulah para tokoh dan
motivator diharapkan bisa membantu pemerintah dengan membangkitkan semangat
hidup sehat, dan selalu optimis memandang masa depan,” Pungkas Dede mengakhiri
pandangannya.
(*)