Dede Farhan Aulawi |
Ada 3 hal kenapa kasus itu menjadi menarik dan heboh, yaitu karena :
1. Kejadian tersebut dialami oleh aktor terkenal dunia yang juga mantan Gubernur
2. Dramatisasi sikap ditunjukan dengan tidur tergeletak pas di depan hotel dan kebetulan di bawah patung perunggu dirinya
3. Langsung di foto dan disebarkan (upload) di medso dan langsung tersebar ke seantero dunia
Fenomena penghormatan formil seringkali kita saksikan yaitu penghormatan yang diterima oleh seseorang karena jabatannya. Ini normal dan hampir dialami oleh semua pejabat. Terlepas dari motivasi pemberian penghormatan itu apa, mungkin masing – masing akan memiliki alasannya sendiri. Boleh jadi dianggap perhormatan normatif saja. Boleh jadi karena jika ada keperluan bisa dibantunya. Boleh jadi untuk cari muka karena suatu kepentingan, dan berbagai kemungkinan lainnya. Itulah bentuk penghormatan formil yang melekat pada suatu jabatan. Penghormatan formil akan hilang seiring dengan penggantian posisi jabatan seseorang, meskipun tentu tidak semua begitu, sebab ada juga orang yang masih tetap dihormati meskipun jabatannya sudah lepas. Artinya tidak dialami oleh semua orang, hanya saja pada umumnya begitu.
Di samping penghormatan formil, ada juga bentuk penghormatan informil, yaitu penghormatan yang diterima oleh seseorang karena rasa hormat atau jasanya, bahkan orangnya sudah meninggalpun boleh jadi makamnya tetap banyak dikunjungi orang. Penghormatan informil umumnya tidakberharap sesuatu, melainkan penghormatan yang diberikan secara ikhlas. Lahir dari lubuk hati yang dalam dan ikhlas, bukan karena keterpaksaan suatu keadaan.
Dalam fenomena empirik, tidak sedikit anak buah yang sering menceritakan kejelekan atasannya meskipun dalam lingkungan kerja sehari – hari menunjukkan penghormatan tapi di belakang menjelekannya. Di depan mempersilakannya tapi di belakang membencinya. Karakter seperti ini merata terjadi dimana – mana. Saat menjabat setiap orang menghormatinya, bahkan sampai hormat pada anak dan istrinya. Ibu – ibu kadang telpon hanya sekedar menanyakan kabar isteri seorang pejabat, tetapi ketika suaminya pensiun, jangankan menelpon bertanya kabar, ingat saja sudah susah.
Waktu memang bisa mengubah segalanya, seperti apa yang dituliskan oleh Arnold “How times changed”. Pemilik hotel memang mempersilakan “pejabat Gubernur” boleh datang kapan saja. Jadi yang ia persilakan adalah jabatan Gubernurnya, bukan pribadi Arnold-nya. Lalu alasan hotel sudah full booked (penuh) boleh jadi juga iya. Artinya kalau kamar hotel sudah habis disewa oleh orang lain, tidak mungkinmenyuruhnya keluar karena akan dipakai oleh seorang Arnold. Itu etika bisnis normatif. Sebaliknya kalau ada kamar kosong, jangankan untuk seorang client seperti Arnold, untuk tamu biasa pun pasti dipersilakan. Jadi...., please jangan lebay....kata anak – anak muda.
Intinya kita tidak bisa bermimpi untuk selalu dihormati oleh orang lain. Meskipun kini atau dulu kita pernah dihormati orang. Suatu hari waktu akan mengubahnya. Terimalah keadaan jika pada akhirnya kita sudah tidak dihormati lagi. Tidak perlu didramatisir untuk menarik simpati dan belas kasih. Kehidupan adalah fenomena realitas. Apapun jabatan kita, dasar dari penghormatan formil pasti akan hilang. Tapi kalau kita sering menanamkan kebaikan dengan hati yang ikhlas, maka kita akan mendapatkan penghormatan informil. Penghormatan itu sebuah hasil bukan sebuah tujuan. Jika kita baik pada orang lain, insya Alloh orang lain akan baik pada kita.***(rls/rdk)
Oleh : Dede Farhan Aulawi