Wakil Ketua DPRD Inhu Adila Ansori. |
AnalisaRiau.com, RENGAT - Sekitar 100 sapi telah mati secara mendadak dalam satu bulan ini di Desa Sungai Air Putih Kecamatan Sei Lala Inhu. Kematian sapi ini telah membuat peternak mengalami kerugian yang cukup besar dan belum ada tanggapan dari pihak pemerintah.
Wakil Ketua DPRD Inhu Adila Ansori saat dikonfirmasi, Selasa (04/04/2017) mengatakan bahwa pihaknya sudah mendengar adanya sapi yang mati secara mendadak ini. Namun belum mendapatkan informasi pasti mengenai jumlahnya termasuk juga jenis penyakitnya.
"Kita meminta pemerintah cepat tanggap atas kejadian matinya ratusan sapi di Desa Sungai Air Putih yang sudah pasti sangat merugikan peternak. Apalagi kejadian sudah berlangsung cukup lama dan belum ada upaya untuk menanggulangi menyebarnya penyakit tersebut,"terang Adila.
Ditambahkannya kalau di tempat lain apabila melihat ciri-ciri penyakit sapi di Desa Sungai Air Putih tersebut disebut dengan penyakit Jembrana yang banyak menyerang Sapi Bali. Penyebaran virusnya melalui lalat yang menghisap darah sapi yang sudah terkena penyakit Jembrana sebelumnya kepada sapi lainnya.
"Untuk pastinya penyakit apa yang menyebabkan matinya ratusan sapi tersebut diminta kepada pemerintah melalui pihak terkait agar segera turun ke lapangan untuk mengetahui jenis penyakit yang diderita sapi. Serta mencegah penyebarannya ke desa-desa lainya dan memberikan penyuluhan ke masyarakat apakah daging sapi terkena penyakit Jembrana ini aman dikonsumsi masyarakat atau tidak,"harap Adila.
Sementara itu ditempat terpisah kepala Desa Sungai Air Putih Zulkarnain melalui Ketua Kelompok Tani Rancak Sepakat desa Sungai Air Putih Yanrizal, Selasa (4/4/2017) menjelaskan bahwa sapi-sapi di desanya hampir satu bulan sudah mati mendadak. Jumlahnya sudah mencapi 100 ekor yang tersebar di dua kelompok tani.
Dijelaskan Yanrizal setelah sapi ini mati selanjutnya masyarakat menguburnya dan ada juga yang membakarnya dengan menggunakan bas bekas. Masyarakat tidak berani untuk mengkonsumsi sapi yang mati secara mendadak ini.
"Pertama-tama sapi ini termenung dan tidak ada mau mengunyah makan dan hanya beberapa saat mati dengan mulut berbuih. Kita sudah sampaikan kepada pihak penyuluh namun alasannya tidak ada barang bukti sapi yang mati mendadak tersebut karena sudah dikubur atau dibakar masyarakat sehingga tidak bisa melakukan penelitian,"jelasnya.
Diungkapkannya juga bahwa masyarakat saat mulai menjual sapi seperti sapi bali dan juga sapi lokal yang ada dengan harga sangat miring sekali. Kalau sapi sehat dijual sekitar Rp12 juta per ekor. Saat ini harganya jauh turun menjadi Rp 5 juta perekor yang dibeli oleh pedagang dari kota Air Molek untuk dibawa ke rumah potong hewan.
"Kita berharap agar pemerintah secepatnya memperhatikan para peternak, jangan sampai semua sapi yang ada dan masih tersisa saat ini mati,"harap Yanrizal.*** (halloriau)