MALANG – Mahkamah Agung (MA) menegaskan putusan mengenai judicial review (JR) Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan yang membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan langsung berlaku sejak tanggal putusan. Adapun tanggal putusannya tercatat pada 27 Februari 2020.
Dilansir CNN Indonesia, Abdullah menjelaskan putusan ini tidak berlaku surut. Atas dasar itu, terang dia, pembayaran iuran sejak tanggal 1 Januari 2020 sampai waktu sebelum ada putusan tetap mengacu sebagaimana diatur dalam Perpres 75 Tahun 2019.
Ketua GNPK RI Provinsi Jawa Timur H. Surjono, SH, MH, berpendapat terkait putusan putusan mengenai judicial review (JR) Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan yang membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan bahwa Dalam putusannya, MA menyatakan Pasal 34 ayat (1) dan (2) bertentangan dengan Pasal 23A, Pasal 28 H jo Pasal 34 Undang-undang Dasar 1945 merupakan langkah tepat Pemerintah.
Selain itu juga bertentangan dengan Pasal 2, Pasal 4 huruf b, c, d, dan e, Pasal 17 ayat (3) Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Kemudian juga bertentangan dengan Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4 huruf b, c, d, dan e Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, serta Pasal 4 jo Pasal 5 ayat (2) jo Pasal 171 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Berikut isi Pasal 34 ayat (1) dan (2) yang dibatalkan oleh MA:
Pasal 34 ayat (1) Iuran bagi Peserta PBPU dan Peserta BP yaitu sebesar:
Rp 42.000 per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III
Rp 110.000 per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas II
Rp 160.000 per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas I.
Ayat (2) Besaran Iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2020.
Masyarakat yang sudah membayar sejak bulan sebelumnya sudah didasarkan pada Perpres 75 [2019] dan itu masih berlaku, dan sah. Maka perubahan ini akan berlaku sejak pengucapan putusan
“Jadi, putusan ini tidak berlaku surut ke belakang, tetapi berlaku ke depan,” ungkap H. Surjono, SH, MH selaku Ketua GNPK RI Provinsi Jatim yang juga seorang advokat ini menyampaikan kepada awak media, Jum’at (13/03/20).
“Kenaikan iuran seharusnya tidak dilakukan saat ini di saat kemampuan masyarakat tidak meningkat, namun justru beban biaya kehidupan meningkat.” Imbuhnya.
“Bahkan, tanpa diimbangi dengan perbaikan dan peningkatan kualitas pelayanan dan fasilitas kesehatan yang diperoleh dari BPJS,” jelas Surjono.
Dirinya menuturkan faktor atau pertimbangan majelis hakim membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan adalah negara memiliki kewajiban dalam menjamin kesehatan warganya, dan beban hidup yang ditanggung oleh warga.
“Tidak sejalan dengan jiwa semangat UUD 1945, lalu juga ditunjang oleh aspek sosiologis, keadilan, mempertimbangkan orang yang tidak mampu dan sebagainya,” pungkas H. Surjono, SH, MH.
Dikutip dari dokumen putusan MA, ada dua poin penting putusan.
Pertama, menyatakan Pasal 34 ayat (1) dan (2) Perpres Nomor 75 Tahun 2019 bertentangan dengan sejumlah ketentuan di atasnya, antara lain UUD 1945, UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Poin kedua, MA menyatakan pasal di atas tidak lagi memiliki kekuatan hukum yang mengikat.
“Pasal 34 ayat (1) dan (2) Perpres RI Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan Tidak Mempunyai Hukum Mengikat,” demikian putusan tersebut.
Majelis hakim MA telah mempertimbangkan semua aspek dalam menyusun putusan tersebut, baik secara sosiologis, ekonomi, filosofis, yuridis.
Putusan MA itu bermakna, ketentuan tentang besaran iuran BPJS Kesehatan dikembalikan kepada dasar hukum yang sebelumnya, yakni Perpres Nomo 28 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Sumber : mediaandalas.com