 |
| Edi Setiawan (kiri) saat menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor Surabaya, Selasa (20/2/2018). |
SURABAYA – Jaksa Penuntut pada KPK menghadirkan lima saksi dalam kasus suap proyek Pemkot Batu yang menyeret terdakwa Edi Setiawan, Kabag Layanan Pengadaan Pemkot Batu. Pada sidang kali ini, salah satu saksi yaitu Hendra Setiawan mengaku diperintah Filipus Djap untuk memalsukan tanda tangan pimpinan PT Dailbana Prima Indonesia (DPI) agar bisa mengikuti lelang proyek di Pemkot Batu.
Dalam keterangannya, Hendra secara blak-blakan mengaku memalsukan tanda tangan pimpinannya yaitu Mikel di surat kuasa atas perintah Filipus Djap. Hal itu dilakukan saat mengikuti penawaran lelang proyek pengadaan mebeler di Pemkot Batu.
Seperti dikutip oleh surabayapost.id
Padahal di perusahaan keluarga tersebut, Filipus Djap tak masuk dalam struktural direksi. “Saya palsukan tanda tangan Pak Mikel karena diperintah Pak Filipus,” jelas Hendra pada persidangan yang digelar di Pengadilan Tipikor Surabaya, Selasa (20/2/2018).
Padahal di perusahaan keluarga tersebut, Filipus Djap tak masuk dalam struktural direksi. “Saya palsukan tanda tangan Pak Mikel karena diperintah Pak Filipus,” jelas Hendra pada persidangan yang digelar di Pengadilan Tipikor Surabaya, Selasa (20/2/2018).
Ternyata, tak hanya memalsukan tanda tangan di surat kuasa, Hendra juga mengaku sengaja tak memberitahukan ke istri Filipus Djap yaitu Ester Tedjakusuma selaku Direktur PT Dailbana Prima Indonesia dan CV Amarta Wisesa. “Perintah dari Pak Filipus langsung saya laksanakan. Termasuk memberikan contoh spek mebeler kiriman dari Aang Candra, suplier kepada Pak Edi Setiawan sebelum ada pengadan lelang,” jelasnya.
Sementara itu, saksi Aang Candra, suplier mebeler yang ditunjuk Filipus Djap untuk memberikan contoh spek mengaku tak kenal dengan Edi Setiwan maupun Walikota Batu Eddy Rumpoko. Namun Candra mengakui dirinya mengetahui adanya rencana pembangunan Hotel Amarta Hills di mana waktu itu juga hadir Eddy Rumpoko. “Saya kenal Filipus karena teman kuliah, dan waktu itu ada pembangunan hotel milik Filipus dan keluarganya,” jelas Candra.
Candra juga mengatakan, sisa Rp 2 miliar dari bantuan Pemkot Batu sempat diutarakan ke Filipus Djap, namun oleh Filipus diminta untuk dimasukkan ke rekeningnya lalu ditransfer ke milik Filipus. “Ada sisa Rp 2 miliar lebih, Filipus minta ditransfer ke saya. Lalu saya disuruh transfer ke rekeningnya , katanya untuk kontribusi ke Pemkot Batu tapi saya tidak tahu kepada siapa. Tetapi sebelum saya transfer, Filipus terkena OTT KPK,” pungkas Candra.
Sementara itu, Ester Tedjakusuma yang juga turut diperiksa sebagai saksi memberikan keterangan yang cukup janggal. Di mata karyawannya, Filipus Djap yang tinggal serumah diketuai sebagai suami dari Ester tetapi hal itu dibantah oleh Ester sendiri. “Bukan suami, tapi kerabat. Memang selama ini dia tinggal serumah dengan saya,” jelasnya.
Ester menegaskan, selama ini pihaknya tidak tahu Filipus Djap menggunakan nama perusahaannya untuk mengikuti pengadaan lelang mebeler maupun seragam yang diadakan Pemkot Batu. “Kalau 2016 saya ikut, tapi yang baru ini saya malah tidak tahu,” ujar Ester lagi.
Terhadap keterangan saksi, terdakwa Edi Setiawan sempat menanyakan soal pemegang ISO perusahaanya apakah hanya dikirim ke lelang Pemkot Batu atau ke lainnya. Aang Candra menjelaskan bahwa dokumen tak hanya di satu perusahaan saja. “Kita ikutkan ke perusahaan lainnya,” singkat Candra menjawan pertanyaan terdakwa Edi Setiawan.
(Sumber:Surabayapost.id/Foto:Ist)
